Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

RSS
content bg

PASUKAN ELIT INDONESIA

 PASKHAS AU

Gubernur Kalimantan Ir. Pangeran Muhammad Noor mengajukan permintaan kepada AURI agar mengirimkan pasukan payung ke Kalimantan untuk tugas membentuk dan menyusun gerilyawan, membantu perjuangan rakyat di Kalimantan, membuka stasiun radio induk untuk memungkinkan hubungan antara Yogyakarta dan Kalimantan, dan mengusahakan serta menyempurnakan daerah penerjunan (Dropping Zone) untuk penerjunan selanjutnya. Atas inisiatif Komodor (U) Suryadi Suryadarma kemudian dipilih 12 orang putra asli Kalimantan dan 2 orang PHB AURI untuk melakukan penerjunan[5]
Tanggal 17 Oktober 1947, tiga belas orang anggota berhasil diterjunkan di Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Mereka adalah Heri Hadi Sumantri (montir radio AURI asal Semarang), FM Suyoto (juru radio AURI asal Ponorogo), Iskandar (pimpinan pasukan), Ahmad Kosasih, Bachri, J. Bitak, C. Williem, Imanuel, Amirudin, Ali Akbar, M. Dahlan, JH. Darius, dan Marawi. Semuanya belum pernah mendapat pendidikan secara sempurna kecuali mendapatkan pelajaran teori dan latihan di darat (ground training). Seorang lagi yaitu Jamhani batal terjun karena takut.
Mereka diterjunkan dari pesawat C-47 Dakota RI-002 yang diterbangkan oleh Bob Freeberg yang berkebangsaan Inggris, sekaligus pemilik pesawat, co-pilot Opsir (U) III Suhodo, dan jump master Opsir Muda (U) III Amir Hamzah. Bertindak sebagai penunjuk daerah penerjunan adalah Mayor (U) Cilik Riwut yang putra asli Kalimantan. Ini adalah operasi Lintas Udara pertama dalam sejarah Indonesia.
Pasukan ini awalnya akan diterjunkan di Sepanbiha, Kalimantan Selatan namun akibat cuaca yang buruk dan kontur daerah Kalimantan yang berhutan lebat mengakibatkan Mayor (U) Cilik Riwut kebingungan saat memprediksi tempat penerjunan. Setelah bergerilya didalam hutan pada tanggal 23 November 1947 akibat pengkhianatan seorang Kepala Desa setempat, pasukan ini disergap tentara Belanda yang mengakibatkan 3 orang gugur yaitu Heri Hadi Sumantri, Iskandar, dan Ahmad Kosasih. Sedangkan yang lainnya berhasil lolos namun akhirnya setelah beberapa bulan mereka berhasil juga ditangkap Belanda.
Dalam pengadilan, Belanda tidak dapat membuktikan bahwa mereka adalah pasukan payung dan akhirnya mereka dihukum sebagai seorang kriminal biasa. Mereka dibebaskan setelah menjalani hukuman 1 tahun dan langsung diangkat menjadi anggota AURI oleh Komodor (U) Suryadi Suryadarma
Peristiwa Penerjunan yang dilakukan oleh ke tiga belas prajurit AURI tersebut merupakan peristiwa yang menandai lahirnya satuan tempur pasukan khas TNI Angkatan Udara. Tanggal 17 Oktober 1947 kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) yang sekarang dikenal dengan Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (Korpaskhas).[6]

[sunting] Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP)

Paskhas dalam parade
Pada masa awal kemerdekaan, dalam konsolidasi organisasi Badan Keamanan Rakyat Oedara (BKRO) membentuk Organisasi Darat yaitu Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP). PPP dibutuhkan untuk melindungi Pangkalan-Pangkalan Udara yang telah direbut dari Tentara Jepang terhadap serangan Belanda yang pada waktu itu berusaha ingin kembali menduduki wilayah Republik Indonesia. Pimpinan BKR saat itu baik Letjen Soedirman maupun Komodor (U) Suryadi Suryadarma berpendapat bahwa Belanda pasti akan menyerang ibukota RI di Yogyakarta lewat udara. PPP saat itu masih bersifat lokal yang dibentuk di Pangkalan-Pangkalan udara seperti di Pangkalan Udara Bugis (Malang), Maospati (Madiun), Mojoagung (Surabaya), Panasan (Solo), Maguwo (Yogyakarta), Cibeureum (Tasikmalaya), Kalijati (Subang), Pamengpeuk (Garut), Andir dan Margahayu (Bandung), Cililitan dan Kemayoran (Jakarta) dan pangkalan- pangkalan udara diluar pulau Jawa seperti Talang Batutu (Palembang), Tabing (Padang) dll.

[sunting] Agresi Militer I dan II Belanda

PPP sangat berperan saat terjadi Agresi Militer I dan Agresi Militer II, yang saat itu hampir seluruh Pangkalan Udara mendapat serangan dari Tentara Belanda, baik dari darat maupun dari udara. Serangan besar-besaran dilancarkan oleh Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 terhadap Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta. Belanda mengerahkan pesawat P-51 Mustang, P-40 Kitty Hawk dan pembom B-25/B-26. Selain itu diterjunkan dari pesawat C-47 Dakota sekitar 600 pasukan payung gabungan dari Grup Tempur Para-1 pimpinan Kapten Eekhout. Pasukan payung ini merupakan bagian dari “Tijger Brigade”/Divisi B (termasuk didalamnya satuan “Anjing NICA” yang terkenal ganas serta brutal) pimpinan Kolonel Van Langen yang diperintahkan untuk menguasai Yogyakarta. Brigade ini masih ditambah satuan elit gabungan pasukan darat dan udara grup tempur-M. Di Maguwo grup tempur-M menerjunkan 2 kompi pasukan Para Komando KST (Korps Spesiale Troepen) yang merupakan penggabungan dari baret merah dan hijau Belanda pada November 1948[7]
Pada saat itu PPP bersama kekuatan udara lainnya berusaha mempertahankan pangkalan sampai titik darah yang penghabisan. Saat itu Maguwo dipertahankan oleh 150 pasukan PPP dan 34 teknisi AURI pimpinan Kadet Kasmiran. Dalam pertempuran tidak seimbang ini mengakibatkan gugurnya 71 personil AURI termasuk Kadet Kasmiran dan 25 orang lainnya yang tidak dikenal.

[sunting] Penerjunan pertama di Indonesia

PPP inilah yang merupakan cikal bakal dari Pasukan Payung setelah pada tanggal 12 Februari 1946 melakukan percobaan latihan penerjunan yang pertama kali di Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta dengan menggunakan payung (parasut) dan pesawat terbang peninggalan Jepang.
Penerjunan pertama yang semuanya dilaksanakan oleh 3 orang putra Indonesia baik penerbangnya maupun penerjunnya, berlangsung menggunakan tiga buah pesawat Churen. Penerbang Adisucipto menerjunkan Amir Hamzah, penerbang Iswahyudi menerjunkan Legino dan penerbang M. Suhodo menerjunkan Pungut. Penerjunan pertama di alam Indonesia merdeka yang berlangsung di Pangkalan Udara Maguwo tersebut disaksikan oleh Kepala Staf BKRO Komodor (U) Suryadi Suryadarma dan Panglima Besar Letjen Sudirman serta petinggi BKR lainnya. Penerjunan yang dilaksanakan pada ketinggian 700 meter, sebagai pengawas kesehatannya adalah Dr. Esnawan. Selanjutnya penerjunan kedua di Pangkalan Udara Maguwo tanggal 8 Maret 1947 pada saat wing day yang merupakan penerjunan free fall pertama di Indonesia dilakukan oleh Opsir Udara I Soedjono dan Opsir Muda Udara I Soekotjo dengan penerbang Gunadi dan Adisucipto. Penerjunan ini disaksikan oleh Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, para petinggi BKR serta masyarakat luas[8]. Sedangkan tanggal 24 Maret 1947 dilaksanakan penerjunan kembali oleh Soedjono dan Soekotjo dalam rangka peresmian Pangkalan Udara Gadut di Bukittinggi.

[sunting] Air Base Defence Troop (ABDT)

Baret Jingga
Dalam periode selanjutnya, yaitu sejak tahun 1950 Pasukan Payung yang saat itu masih bernama PPP berpusat di Jakarta dengan sebutan Air Base Defence Troop (ABDT) yang membawahi 8 Kompi dan dipimpin oleh Kapten (U) RA Wiriadinata dengan Wakilnya Letnan I (U) R Soeprantijo. Kemudian pada pertengahan Tahun 1950 dibentuk Inspektorat Pasukan Pertahanan Pangkalan yang disebut dengan IPP yang bermarkas dijalan Sabang Jakarta, kemudian pada bulan April 1952 dipindahkan ke Pangkalan Udara Cililitan Jakarta Timur
Sementara itu, pada tahun 1950 juga diadakan Sekolah Terjun Payung (Sekolah Para) yang diikuti oleh para prajurit dalam rangka pembentukan Pasukan Para AURI. Sekolah Para ini dibuka di Pangkalan Udara Andir Bandung sebagai kelanjutan dari embrio Sekolah Para di Maguwo. Hasil didik dari Sekolah Para inilah yang kemudian disusun dalam Kompi-Kompi Pasukan Gerak Tjepat (PGT) yang dibentuk pada bulan Februari 1952 dan Kapten (U) RA Wiriadinata sebagai Komandannya yang saat itu merangkap sebagai Komandan Pangkalan Udara Andir di Bandung.
Pada tahun 1950 an Pasukan AURI terdiri dari PPP, PGT dan PSU (Penangkis Serangan Udara) yang kekuatannya terdiri dari 11 Kompi Berdiri Sendiri (BS), 8 Pleton BS dan 1 Battery PSU.

[sunting] Resimen Tim Pertempuran PGT (RTP-PGT)

Selanjutnya pada Tahun 1960-an PGT juga ditugaskan dalam rangka operasi pembebasan Irian Barat (Papua) yang berdasarkan perintah Men/Pangau, maka dibentuklah Resimen Tim Pertempuran PGT (RTP PGT) yang bermarkas di Bandung dan Kapten (U) Sugiri Sukani sebagai Komandannya. RTP PGT membawahi 2 Batalyon PGT yaitu Batalyon A PGT yang dipimpin oleh Kapten (U) Z. Rachiman dan Batalyon B PGT yang dipimpin oleh Kapten (U) JO. Palendeng.
Komodor (U) RA Wiriadinata adalah komandan PGT pertama (1952) yang banyak membawa angin segar terhadap perkembangan pasukan payung di Indonesia terutama dalam tubuh AURI. Konsep PGT dari awal mulanya memang terkonsep pada kemampuan para dan komando. Ia juga pernah menjadi Panglima Gabungan Pendidikan Paratroops (KOGABDIK PARA).
Pada masa pemerintahan Orde Lama, PGT AURI bersama KKO (Marinir) dikenal amat loyal dan setia terhadap Presiden Sukarno. Kedua pasukan elit ini bahkan dianggap menjadi “anak emas”nya Presiden Soekarno. Hingga saat detik-detik kejatuhan Presiden Sukarno, kedua pasukan ini tetap menunjukkan kesetiaannya pada Sang Proklamator tersebut.

[sunting] Komando Pertahanan Pangkalan Angkatan Udara (KOPPAU)

Pada tanggal 15 Oktober 1962, berdasarkan Keputusan Men/Pangau Nomor : 195 dibentuklah Komando Pertahanan Pangkalan Angkatan Udara (KOPPAU). Panglima KOPPAU dirangkap oleh Men/Pangau dan sebagai wakilnya ditetapkan Komodor (U) RA Wiriadinata. KOPPAU terdiri dari Markas Komando (Mako) berkedudukan di Bandung, Resimen PPP di Jakarta dan Resimen PGT di Bandung. Resimen PPP membawahi 5 Batalyon yang berkedudukan di Jakarta, Banjarmasin, Makassar, Biak dan Palembang (kemudian pindah ke Medan). Resimen PGT terdiri dari 3 Batalyon, yaitu Batalyon I PGT (merupakan Batalyon III Kawal Kehormatan Resimen Cakra Bhirawa) berkedudukan di Bogor, Batalyon II PGT di Jakarta dan Batalyon III PGT di Bandung.
Berdasarkan Surat keputusan Men/Pangau Nomor : III/PERS/MKS/1963 tanggal 22 Mei 1963, maka pada tanggal 9 April 1963 Komodor (U) RA Wiriadinata dikukuhkan menjadi Panglima KOPPAU dan menjabat selama 1 tahun. Kemudian pada tahun 1964 digantikan oleh Komodor (U) Ramli Sumardi sampai dengan tahun 1966.

[sunting] KOPASGAT

Bedasarkan hasil seminar pasukan di Bandung pada tanggal 11 s.d. 16 April 1966, sesuai dengan Keputusan MEN/PANGAU No. 45 Tahun 1966, tanggal 17 Mei 1966, KOPPAU disahkan menjadi Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat) yang terdiri dari 3 Resimen :
  1. Resimen I Pasgat di Bandung, membawahi :
    1. Batalyon A Pasgat di Bogor
    2. Batalyon B Pasgat di Bandung
  2. Resimen II Pasgat di Jakarta, membawahi :
    1. Batalyon A Pasgat di Jakarta
    2. Batalyon B Pasgat di Jakarta
    3. Batalyon C Pasgat di Medan
    4. Batalyon D Pasgat di Banjarmasin
  3. Resimen III Pasgat di Surabaya, membawahi :
    1. Batalyon A Pasgat di Makassar
    2. Batalyon B Pasgat di Madiun
    3. Batalyon C Pasgat di Surabaya
    4. Batalyon D Pasgat di Biak
    5. Batalyon E Pasgat di Yogyakarta
Selanjutnya bedasarkan Keputusan KASAU No. 57 Tanggal 1 Juli 1970, "Resimen" diganti menjadi "Wing"'
Di era nama Kopasgat lah, korps baret jingga ini sangat terkenal. Bahkan PDL Sus Kopasgat bermotif macan tutul menjadi acuan pemakaian PDL TNI saat operasi Seroja.
Saat operasi pembebasan sandera pesawat DC-9 Woyla milik Garuda Indonesia di Bandara Don Muang Thailand tahun 1981 sesungguhnya Kopasgat-lah yang dipersiapkan untuk beraksi namun akibat berbagai tekanan politik Orde Baru saat itu akhirnya Kopassus yang diberangkatkan ke Bangkok.

[sunting] PUSPASKHASAU

Sejalan dengan dinamika penyempurnaan organisasi dan pemantapan satuan-satuan TNI, maka berdasarkan Keputusan KASAU No. Kep/22/III/ 1985 tanggal 11 Maret 1985, Kopasgat berubah menjadi Pusat Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (PUSPASKHASAU)

[sunting] KORPASKHASAU

Seiring dengan penyempurnaan organisasi TNI dan TNI Angkatan Udara, maka tanggal 17 Juli 1997 sesuai Skep PANGAB No. SKEP/09/VII/1997, status Puspaskhas ditingkatkan dari Badan Pelaksana Pusat menjadi Komando Utama Pembinaan (Kotamabin) sehingga sebutan PUSPASKHAS berubah menjadi Korps Pasukan Khas TNI AU (KORPASKHASAU).

[sunting] Kualifikasi

Paskhas TNI-AU sebagai pasukan khusus Angkatan Udara satu-satunya dan berkualifikasi terlengkap didunia ini memiliki berbagai kemampuan tempur khas matra udara seperti Pengendali Tempur (Dalpur), Pengendali Pangkalan (Dallan), SAR Tempur, Jumping Master, Pertahanan Pangkalan yang meliputi pertahanan horizontal (Hanhor) dan pertahanan vertikal (Hanver), Penangkis Serangan Udara, jungle warfare, Air Assault (Mobud), Raid operation hingga kemampuan anti teror aspek udara atau yang dikenal sebagai ATBARA (Anti Pembajakan Udara). Selain itu Paskhas TNI-AU juga mahir untuk bertempur di hutan, perkotaan,laut maupun pantai.
Paskhas TNI-AU juga memiliki kemampuan spesialisasi kematraudaraan untuk melaksanakan doktrin OP3UD seperti Pengaturan Lalu-Lintas Udara (PLLU), Meteo, Komunikasi-Elektronika (Komlek), Perminyakan (Permi), Zeni lapangan (termasuk pionir, tali-temali, dll), Intelijen Tempur, Kesehatan, ground handling, Pemadam Kebakaran (PK), Angkutan, Perhubungan (PHB) hingga kemampuan khusus untuk menginformasikan tentang fasilitas penerbangan sebelum pesawat datang, jarak pandang (visibility), kecepatan dan arah angin, suhu dan kelembaban udara, serta ketinggian dan jenis awan. Hal ini sangat berkaitan dalam menentukan penembakan sasaran maupun penerjunan pasukan, dan membantu mengendalikan pesawat tempur untuk penembakan/pengeboman sasaran (Ground Forward Air Control/GFAC)
Tidak main-main, para personil Paskhas juga memiliki kemampuan khusus sebagai Air Traffic Controller (ATC) di sebuah bandara. Memang tidak ada satupun pasukan komando seperti Paskhas didunia saat ini.
Karena Paskhas merupakan pasukan komando, maka dalam melaksanakan operasi tempur, jumlah personel yang terlibat relatif sedikit, tidak sebanyak jumlah personel infanteri/pasukan reguler dengan kata lain jarang menggunakan ukuran konvensional mulai dari peleton hingga batalyon. Paskhas jarang sekali (mungkin tidak pernah) melakukan operasi dengan melibatkan kekuatan satu batalyon sekaligus.

[sunting] Organisasi pasukan

Setelah berubah status menjadi Kotamabin berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara No. SKEP/73/III/1999 tanggal 24 Maret 1999, Korpaskhas membawahi WING Paskhas (WING I, WING II, WING III), Detasemen Bravo Paskhas (Den Bravo Paskhas) dan Detasemen Kawal Protokol Paskhas (Den Walkol Paskhas). Saat ini Denwalkol berdasarkan Instruksi Kepala Staf Angkatan Udara nomor : Ins/2/III/2008 tanggal 31 Maret 2008 telah beralih pembinaannya dari Korpaskhas kepada Denma Mabes-AU, sehingga efektif mulai tanggal dikeluarkan Instruksi tersebut pembinaan Kawal Protokol dibawah Denma Mabesau.

[sunting] Hirarki

Korps Pasukan Khas TNI-AU adalah satu satunya wadah berbentuk korps bagi pasukan berkualifikasi khusus di TNI-AU bahkan dalam TNI. Korpaskhasau bersanding dengan Kopassus TNI AD adalah Pasukan khusus berstatus KOMANDO resmi yang dimiliki oleh TNI. Hal ini karena 2 organisasi pasukan khusus ini bersifat (KOTAMA) BERDIRI SENDIRI dengan pelatihan dan kemampuan serang yang sangat lethal secara individual. Paskhas lahir sebagai pasukan komando sejak masa kelahirannya. Mereka diterjunkan dengan unit kecil di belakang garis pertahanan lawan dan langsung menusuk jantung pertahanan musuh. Maka itulah para personel pasukan payung ini dididik dengan metode komando yang diadopsi dari SAS Inggris (melalui pendidikan di Pusdik RPKAD). Metode pendidikan komando “ala baret merah” mulai dilakukan di Wing III Diklat sejak Paskhas masih bernama KOPPAU. Personil Paskhas juga diperkenankan tetap memakai baret jingga kebanggaannya dan PDH Komando saat mengikuti berbagai upacara resmi kenegaraan.Korpaskhasau memakai sebutan “Pasukan” untuk jargon korps nya disingkat (Psk).

[sunting] Struktur pasukan

  1. Wing I/Harda Marutha (para komando) di Jakarta, membawahi :
    1. Batalyon 461/Cakra Bhaskara Jakarta
    2. Batalyon 462/Pulanggeni Riau
    3. Batalyon 465/Brajamusti Pontianak
    4. Kompi A Berdiri Sendiri di Medan
    5. Kompi B Berdiri Sendiri di Subang
    6. Kompi C Berdiri Sendiri di Aceh
    7. Kompi D Paskhas Berdiri di Kupang
  2. Wing II/Harda Marutha [Para Komando] di Malang, membawahi :
    1. Batalyon 463 Trisula di Madiun
    2. Batalyon 464 Nanggala di Malang
    3. Batalyon 466 Pasopati di Makasar
    4. Batalyon 467 Harda Dedali Yogyakarta
    5. Batalyon 468 Sarotama di Biak
  3. Wing III Paskhas Pusdik Paskhas di Margahayu Bandung, membawahi :
    1. Satdik Tempur Darat
    2. Satdik Matra/PSU
    3. Satdik Khusus
  4. Detasemen Bravo 90/Anti Teror Bajak Udara di Rumpin, Bogor.
Sesuai Peraturan Kasau /53/VIII/2008 tertanggal 13 Agustus 2008 tentang Penyempurnaan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Korps Paskhas TNI AU, maka penyebutan "skadron" diubah menjadi "batalyon".
Untuk pengembangan organisasi kedepan saat ini tengah diusulkan ke Mabes TNI-AU untuk pembentukan Wing III Paskhas di Makassar, Sulawesi Selatan untuk meng-cover wilayah timur Indonesia. Selain itu direncanakan pula penambahan 3 batalyon baru Paskhas yaitu Batalyon 468 di Medan, Batalyon 469 di Biak, Papua dan satu Batalyon lagi di Yogyakarta atau Kupang sehingga nantinya Paskhas akan memiliki 10 Batalyon pasukan.

[sunting] Kekuatan pasukan

Paskhas saat ini berkekuatan 6.300-an personel. Dalam beberapa waktu kedepan direncanakan Paskhas TNI-AU akan mendapatkan 40 buah panser buatan Pindad sebagai cikal bakal Batalyon Kavaleri Paskhas. Namun rencana ini tengah mengalami negoisasi ulang dikarenakan ranpur sejenis Panser dinilai tidak cocok dengan karakteristik tugas dari Paskhas. Jika rencana re-negoisasi ini disetujui maka Paskhas berniat mendatangkan kendaraan taktis sejenis Dirgantara Military Vehicle (DMV) buatan PT DI yang kini telah dipakai oleh pasukan elit Paskhas Detasemen Bravo-90
Korps baret jingga ini telah diperkuat dengan kedatangan 200 rudal panggul permukaan ke udara QW (QianWei)-3. Rudal QW-3 dilengkapi penjejak semi-active laser guidance, cocok untuk menggasak pesawat tempur maupun rudal lain dalam ketinggian rendah sampai dengan jarak 8 km. Memiliki bobot 13 kg dan kecepatan maksimum 750 km/jam. Senjata ini dipergunakan untuk menggantikan Triple gun buatan Hispano Suiza (Switzerland) tahun 1950-an dan DSHK 12,7 mm
Paskhas juga tengah berupaya mendatangkan 4 baterai PSU jarak pendek berupa Oerlikon kaliber 35 mm untuk hanud titik model komposit yang sudah terintegrasi antara rudal, meriam, radar dan pos komando taktis. Senjata ini sudah menggunakan teknologi tercanggih dan telah digunakan oleh banyak negara Eropa. Menurut rencana, senjata PSU ini akan ditempatkan di 3 Lanud Utama TNI-AU. Salah satu kelebihan utama lainnya untuk PSU Oerlikon kaliber 35 mm ini adalah kemampuannya untuk dapat dimobilisasi dengan pesawat Hercules.
Paskhas kini mengupayakan untuk mengganti senjata perorangan SS – 1 yang kabarnya akan digantikan SiG-552 ataupun SS-2. Jujur saja, senjata SS-1 buatan Pindad memang sudah tidak layak pakai. Sering macet dengan bekas las di sana – sini.

[sunting] Komandan

Saat ini, Komandan Korpaskhas (Dankorpaskhas) adalah Marsekal Pertama TNI Harry Budiono. Ia lahir di Ngawi, jawa timur, 12 Oktober 1953, mengawali karier militer setelah dilantik Presiden RI sebagai letnan dua pada tahun 1978. Selanjutnya penempatan pertama sebagai komandan pleton, Komandan Lanud Morotai, Komandan Skadron Paskhas 462 Lanud Sulaiman, Asintel Korpaskhas, Inspektur Korpaskhas (Ir), Wadan Korpaskhas. Selanjutnya pada tanggal 26 Juni 2008 diangkat menjadi Komandan Korps Pasukan Khas (Dankorpaskhas) sampai sekarang. Saat ini sedang dipertimbangkan untuk menjadikan Komandan Korpaskhas dijabat seorang Marsekal Muda berbintang dua[9]

[sunting] Operasi Militer

Penumpasan RMS, DI/TII dan PRRI/PERMESTA
Ketika terjadi beberapa pemberontakan di bumi Pertiwi ini, PPP ditugaskan pula untuk menumpas pemberontakan DI/TII di wilayah Jawa Barat. Personil PPP melakukan pengejaran di wilayah Tangkuban Perahu, Pegunungan Galunggung, Pegunungan Guntur dan Pegunungan Tampomas. Selain itu PPP juga ikut melaksanakan penumpasan DI/TII di Sulawesi Selatan dengan melakukan operasi yang dipimpin langsung oleh Letkol (U) RA Wiriadinata. Saat penumpasan RMS tahun 1952, PPP mengerahkan 1 kompi pasukannya di Kendari dan Pulau Buru, Maluku.
Pada peristiwa PRRI di Sumatera, dua kompi PGT pimpinan LU I Sugiri Sukani dan LU I Rachman bersama 1 kompi RPKAD melakukan penerjunan untuk pertama kali pada 12 Maret 1958 saat Operasi Tegas di Pangkalan Udara Simpang Tiga, Pekanbaru. Empat hari berselang pada operasi Sapta Marga 16 Maret 1958, pasukan yang sama dari PGT bersama RPKAD kembali melakukan penerjunan di Medan.
Ketika operasi 17 Agustus di Sumatera Barat, PGT mendapat tugas untuk merebut Lanud Tabing di Padang. Untuk mengawali operasi ini, delapan personil PGT dipimpin Letkol (U) RA Wiriadinata ditugaskan melakukan operasi khusus. Tim kecil PGT ini mendapat tugas menentukan titik penerjunan yang paling aman bagi pasukan TNI. Pendaratan open sea ini, terbilang berbahaya. Ombak besar menyulitkan pendaratan. Akibatnya, saat regu PGT mendarat dengan motor-tempel kecil di pantai, perahunya pecah. Sampai di pantai, mereka bergerak cepat, menyusup, menentukan koordinat, dan membuat kode-kode rahasia pada DZ. Tentu tidak gampang menentukan lokasi DZ, mengingat pasukan PRRI tersebar di mana-mana.
Pada 17 April 1958 tepat pukul 06.40 satu batalyon PGT dan satu kompi RPKAD diterjunkan dan langsung mendapat perlawanan dari pasukan PRRI, akibatnya satu personil PGT gugur. Selain itu Lanud Tabing juga sudah dipenuhi oleh ranjau paku dan bambu-bambu runcing yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Pada 20 Mei 1958, satu kompi PGT dipimpin Kapten (U) R Suprantijo kembali diterjunkan di Morotai saat operasi Merdeka untuk menumpas Permesta di Sulawesi Utara dan Maluku. Beberapa waktu kemudian satu kompi PGT dipimpin LU I Heru Achjar berhasil merebut bandara Mapanget di Manado. Begitu gencarnya pertempuran di darat maupun dari udara, hingga sempat memancing pesawat Lockheed U-2 Dragon Lady milik AU Amerika (USAF). Pesawat ini pernah dimanfaatkan mengintai pulau Natuna yang disiapkan untuk menggempur Jakarta

Operasi Trikora
PGT AURI dalam operasi Trikora mengambil porsi terbesar jumlah pasukan yang diinfiltrasi ke Irian Barat dengan total 532 orang.
Jumlah personil dari TNI, Polri dan relawan yang diinfiltrasikan selama Trikora adalah 1.154 personil dengan jumlah korban jiwa 216 gugur/hilang dan 296 tertangkap.
Pada tanggal 25 April 1962, saat operasi Banteng Ketaton sebanyak 40 orang pasukan PGT dibawah pimpinan Sersan Mayor (U) J. Picaulima diterjunkan untuk pertama kali di Irian Barat yaitu di daerah Fak-Fak begitu juga penerjunan yang dilakukan 39 personil PGT di Kaimana tanggal 26 April 1962 berhasil dengan baik.
Pada 11 Mei 1962, pasukan PGT dibawah pimpinan Letan Satu (U) Manuhua melaksanakan penerjunan di Sorong saat Operasi Serigala.
Salah satu kisah heroik dan bersejarah adalah peristiwa pengibaran Sang Saka Merah Putih untuk pertama kali dipancangkan di bumi Cendrawasih, Irian Barat, yang dilakukan oleh anggota PGT atas inisiatif Sersan (U) M.F. Mengko. Pada tanggal 19 Mei 1962, sebanyak 81 anggota PGT bertolak dari Pangkalan Udara Pattimura, Ambon, dengan pesawat Hercules yang dipiloti Mayor (U) T.Z Abidin menuju sasaran daerah penerjunan sekitar Kampung Wersar, Distrik Teminabuan. Pada dini hari mereka diterjunkan tepat diatas markas tentara Belanda. Pertempuran jarak dekat yang serba kacau segera terjadi. Tentara Belanda yang tengah tidur kaget karena ada pasukan PGT yang diterjunkan tepat dimarkasnya, sedangkan prajurit PGT juga tidak menyangka akan diterjunkan dimarkas tentara Belanda karena sebelumnya mereka dibriefing akan diterjunkan di perkebunan teh. Kisah heroik ini mengakibatkan tewasnya 53 anggota PGT AURI termasuk komandan tim Letnan Dua (U) Suhadi. Untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut di daerah Teminabuan, Sorong kini telah didirikan sebuah monumen yang diberi nama Tugu Merah Putih.
Untuk memperkuat posisi tentara Indonesia di Irian Barat dilaksanakan operasi Jatayu pada 14 Agustus 1962 dengan rincian Kelompok Elang dibawah pimpinan Kapten (U) Radik Sudarsono diterjunkan di Sorong dan Kelompok Alap-alap di daerah Merauke dipimpin Letnan (U) Benyamin Matitaputty.
Suatu hal yang amat mengagumkan adalah kemampuan untuk bertahan hidup (survival)dari prajurit PGT. Meskipun dengan kondisi alam Irian Barat yang ganas dimana berhutan lebat dengan ketinggian pohon mencapai diatas 50 meter, langkanya binatang maupun tumbuhan yang dapat dimakan, ancaman penyakit malaria, kekurangan logistik dan obat-obatan ditambah serangan gencar dari pesawat tempur maupun tentara Belanda, namun mereka masih mampu bergerilya didalam hutan sampai menjelang terjadinya gencatan senjata.
Penerjunan dilaksanakan dini hari menjelang subuh. Prajurit PGT dikepekatan malam yang amat dingin diterjunkan diatas hutan-hutan belantara di dekat kota-kota kecil Irian Barat. Para prajurit PGT cukup tangguh untuk berjuang melawan hutan belantara yang pepohonannya amat tinggi, sehingga sebelum mencapai tanah mereka harus bergelut dengan tali dan pisau komando agar bisa turun karena rata-rata tersangkut dipepohonan.
Secara total dilakukan 9 kali penerjunan yang dilakukan PGT selama operasi Trikora di daerah Kaimana, Fak-Fak, Sorong (Sausapor, Klamono dan Teminabuan) serta Merauke dengan mengakibatkan gugurnya 94 orang prajurit dan 73 orang terluka [10]

Operasi Dwikora
Paskhas formasi pertahanan
Seperti halnya saat Trikora, pada saat operasi Dwikora PGT AURI juga menjadi pasukan yang pertama kali diterjunkan ke wilayah Malaysia.
Berbeda dengan Trikora maupun saat penumpasan PRRI/PERMESTA, kali ini PGT bertindak sebagai pelaku tunggal penerjunan (solo performer) tanpa didampingi kesatuan lain dari TNI-AD. Selain melalui udara, personil PGT juga melakukan infiltrasi lewat jalur darat dan laut.
Pada tanggal 31 Januari 1964, PGT melakukan penyebaran pamflet dengan pesawat Hercules C-130 di daerah perbatasan (Sabah, Tawau dan sekitar Pulau Sebatik)[11]
Sejak bulan April 1964, dua kompi PGT dibawah pimpinan LMU I Sutikno dan LMU I Sukimin dipersiapkan dalam rangka infiltrasi melalui laut. Pasukan ini kemudian diberangkatkan ke Tanjung Balai, Karimun dengan kapal motor.
Untuk pertama kalinya pada tanggal 16 Agustus 1964, satu peleton dipimpin SMU Sadikin berhasil menyusup lewat laut ke Pontian Kecil, Johor Baru. Keesokan harinya bertepatan dengan hari kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1964 kembali satu peleton PGT pimpinan SMU Suparmin disusupkan ke wilayah Malaysia lewat jalur laut. Sebelumnya pada dini hari sebanyak 17 personil PGT berhasil melakukan penerjunan di selatan Johor.
Dalam penerjunan pada tanggal 1-2 September 1964 diterjunkan 3 peleton pasukan terdiri dari 1 peleton dari kompi LU I Suroso,Jakarta dan 2 peleton dari kompi LMU Sutikno,Bandung. Ironisnya, salah satu pesawat C-130 Hercules yang diterbangkan Mayor (U) Djalaloedin Tantu bersama 7 awak pesawat jatuh ke selat Malaka. Sebuah sumber menyatakan bahwa kecelakaan pesawat Hercules yang melakukan terbang malam tersebut akibat terbang terlalu rendah untuk menghindari deteksi radar lawan. Mayor (U) Sugiri Sukani, Komandan Resimen PGT dan LU I Suroso ada didalam pesawat malang tersebut. Unsur yang ikut tewas dalam peristiwa tersebut adalah 47 orang personil PGT ( 40 orang dari Jakarta dan 7 orang dari Bandung) dan 10 orang Cina Melayu, diantaranya adalah dua gadis. Sedangkan 2 Hercules lainnya berhasil menerjunkan pasukan PGT di daerah sasaran. Sasaran penerjunan ini adalah daerah Taiping, Labis dan Ipoh.
Hanya dalam waktu dua hari, hampir semua personil PGT dapat ditangkap akibat pengkhianatan dari penunjuk jalan yang berasal dari etnis Melayu dan Cina. Mereka baru dibebaskan dari penjara Malaysia setelah 11 Maret 1966 dan dipulangkan ke Indonesia. Setiba di Jakarta, akibat efek dari peristiwa G-30S/PKI mereka kembali ditahan di Cijantung di asrama RPKAD dan diberi julukan ”Tentara Merah”. KU I Sukardi yang tertangkap dan divonis hukuman gantung oleh pemerintah Malaysia akhirnya dibebaskan pasca gencatan senjata RI – Malaysia.
Hampir seluruh personil PGT yang diinfiltrasikan ke Malaysia tertangkap akibat banyaknya operasi yang secara sengaja ”dibocorkan” oleh oknum-oknum di Indonesia. Sedangkan 4 personil PGT yang kembali dengan selamat dan tidak tertangkap mendapatkan anugerah Bintang Sakti dari Presiden RI bersama-sama dengan anggota yang gugur.
Jumlah personil PGT yang gugur/hilang selama operasi Dwikora berjumlah 83 orang sedangkan yang tertangkap/terluka berjumlah 117 orang[12]

Operasi Seroja
Dalam Operasi Seroja, Kopasgat tidak berfungsi sebagai pasukan pemukul seperti yang dilakukan Pasukan Gerak Tjepat (PGT) dalam penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta, perjuangan Trikora dan Dwikora. Kopasgat yang terdiri dari Pengendali Tempur (Dalpur), Pengendali Pangkalan (Dallan) dan Satuan Tempur (Satpur) bertugas membentuk pangkalan udara operasi dan pengamanannya.
Gelaran pertama Kopasgat terjadi tanggal 7 Desember 1975 saat 126 personil Detasemen-B Kopasgat yang dipimpin Kapten (Psk) Silaen diterjunkan dengan cara air landed di lapangan terbang Dili, selang dua hari pada 9 Desember 1974 delapan Hercules C-130 menerjunkan pasukan dari Yonif Linud-328 Kostrad, Grup-1 Kopassus, Yonif 401/Banteng Raiders dan 156 personil Kopasgat pada pukul 07.25 WIT. Tugas Kopasgat adalah membebaskan lapangan terbang Baucau, atau lebih populer dengan Villa Salazar dalam bahasa Portugis. Detasemen-A Kopasgat dipimpin Kapten (Psk) Afendi. Operasi ini sekaligus membuktikan kemampuan Kopasgat melaksanakan Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan (OP3UD). Jumlah personil Kopasgat yang luka-luka saat penerjunan di Baucau adalah 19 orang terdiri dari 2 orang Satpur dan 17 orang Dallan.[13]
Jauh sebelum operasi Seroja dimulai, Kopasgat bersama satuan elit lainnya di TNI sudah terlebih dahulu masuk ke wilayah Timor-Timur untuk membentuk kantong-kantong gerilya serta mendukung para pejuang pro integrasi
Selama operasi Seroja, kehadiran Kopasgat amat disegani baik oleh rakyat maupun gerilyawan Fretilin karena sikapnya yang simpatik dan mampu merebut hati rakyat. Markas Kopasgat seringkali dijadikan tempat perlindungan oleh rakyat untuk menghindari konflik bersenjata yang terjadi. Warna baret jingga dan loreng komando khas Kopasgat kala itu amat populer di Timor-Timur. Hal ini berimplikasi pula pada sedikitnya jumlah personil Kopasgat yang gugur selama operasi Seroja bila dibandingkan dengan satuan lainnya di TNI.
Jumlah personil TNI yang gugur di Timor-Timur antara tahun 1974-1999 adalah 2.292 orang sedangkan dari pihak pejuang pro integrasi mencapai jumlah 1.527 orang[14].

Operasi Trisula dan Penumpasan PGRS/Paraku
Kopasgat turut serta dalam operasi Trisula Kodam V Brawijaya tahun 1967 di daerah Blitar Jawa Timur guna penumpasan sisa-sisa gerakan PKI didaerah tersebut. Dalam mendukung operasi ini Kopasgat mengerahkan satu kompi pasukannya dari Resimen III dibawah pimpinan LU II Wim Mustamu. Pada tahun 1967-1969 timbul pergolakan di Kalimantan Barat yang dikenal dengan nama Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) berasal dari warga keturunan Tionghoa simpatisan komunis diwilayah Kalimantan. Untuk menghadapi PGRS/Paraku, pemerintah memutuskan untuk menggelar operasi Saber Kilat. Kopasgat sendiri melakukan tugasnya secara berkala dan diadakan pergantian pasukan pada periode tertentu sampai dengan operasi selesai tahun 1969. Perwira Kopasgat yang bertugas dalam operasi ini antara lain Kolonel (U) Z. Rachiman, Letkol (U) Sudjito, LU I Samadikun, LU I Mashud, LU I Sudadyo, LU I Nasroel dan LU II Siswoto Soemali dan LU II Joenoes. Dalam operasi ini gugur 2 orang personil Kopasgat asal Resimen I dan 4 orang lainnya gugur saat peristiwa Lanud Singkawang II

[sunting] Operasi Sipil

Selain mengabdikan dirinya dalam tugas-tugas operasi militer, prajurit paskhas juga ikut berpartisipasi dalam misi kemanusiaan seperti operasi Tinombala dan Tampomas penanggulangan bencana alam, Tentara Masuk Desa dan karya bakti TNI lainnya.

[sunting] Misi Perdamaian

Keterlibatan Paskhas dalam misi perdamaian di luar negeri di bawah bendera PBB seperti tergabung dalam:
  • Kontingen Garuda di Vietnam,
  • Kontingen Garuda XIV dibawah Unprofor di Yugoslavia,
  • Kontingen Garuda XIV A-B di Bosnia,
  • Kontingen Garuda XVII dibawah OKI di Filipina,
  • Kontingen Garuda XXIII di Libanon dan penugasan militer di luar negeri lainnya.

[sunting] Identitas Korps Baret Jingga

Di era Kopasgat mulai dipergunakan baret berwarna jingga dengan emblem berbentuk segilima. Dirasa kurang pas, emblem itu diganti dengan bentuk persegi seperti yang saat ini dipakai Paskhas. Motto yang tertulis pada emblem berbunyi Karmaye Vadikaraste Mafalesu Kadatjana yang artinya “bekerja tanpa menghitung untung dan rugi”. Sementara badge yang dipasang di lengan kiri merupakan gambar lama yang digunakan PGT. Badge itu berupa perisai berwarna merah menyala dengan gambar parasut mengembang menerjunkan dua jenis senjata ringan dan berat. Dari gambar itu dapat diartikan bahwa Kopasgat adalah pasukan Linud yang gagah berani. Kedua lambang, emblem dan badge serta baret berwarna jingga saat ini masih digunakan sebagai ciri pasukan elit TNI-AU. Selain itu dilengan kanan ditambahkan pula badge dengan tulisan Para Komando sebagai ciri khas Pasukan Para Komando Udara[15] Badge ini juga dipakai dilengan kanan pakaian dinas setiap para KSAU sebagai wujud penghormatan kepada satuan elit dilingkup TNI-AU ini



 DETASEMEN BRAVO

Dikukuhkan pada tanggal 16 September 1999 oleh KSAU Marsekal Hanafie Asnan. Dalam melaksanakan operasinya, Bravo dapat juga bergerak tanpa identitas. Bisa mencair di satuan-satuan Paskhas, atau seorang diri. Layaknya dunia intelijen Bukan main-main, Bravo-90 juga melengkapi personilnya dengan beragam kualifikasi khusus tempur lanjut, mulai dari combat free fall, scuba diving, pendaki serbu, teknik terjun HALO (High Altitude Low Opening) atau HAHO (High Altitude High Opening), para lanjut olahraga dan para lanjut tempur (PLT), dalpur trimedia (darat, laut, udara), selam, tembak kelas 1, komando lanjut serta mampu menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dengan sarana multimedia. Pasukan elit ini juga kebagian jatah untuk berlatih menembak dengan menggunakan peluru tajam tiga kali lipat lebih banyak dari pasukan reguler lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk melatih ketepatan dan kecepatan mereka untuk bertindak dalam waktu sepersekian detik.

[sunting] Struktur Organisasi Bravo-90

Bravo 90 - Misi Penyelamatan
Bravo mempunyai 3 tim yang disebut Alfa 1 s/d 3. Alfa 1 mempunyai spesialisasi intelijen. Alfa 2 berkualifikasi spesialisasi perang kota/hutan dan Alfa 3 spesialisasi Counter Terrorism. Disamping itu ada Tim Bantuan Mekanik untuk pemeliharaan senjata dan peralatan serta tim khusus plus tim pelatih. Tapi sebenarnya 3 tim itu mempunyai keahlian yang merata di bidang counter terrorism. Pasukan “inti” baret jingga ini juga kerap berlatih dengan “kakak2 “nya di Gultor Kopassus, Kopaska TNI-AL dan Den Jaka Marinir Untuk kedepan ada peningkatan standart pasukan sehingga mencapai 1 detasemen secara utuh dengan jumlah ideal mengikuti tabel organisasi personel (TOP) yaitu 265 personel dibawah pimpinan seorang Letnan Kolonel. Bravo saat ini sudah memiliki fasilitas pertempuran jarak dekat (CQB). Bahkan untuk latihan pembebasan sandera di pesawat, Bravo langsung melaksanakannya didalam pesawat baik milik TNI-AU maupun PT. DI. Bravo juga menjadi pasukan khusus pertama di Indonesia yang mampu menguasai ilmu bela diri Stema yang merupakan ciri khas dari pasukan elit Rusia.

[sunting] Tahap Pendidikan Bravo-90

Pendidikan Bravo sekitar 6 bulan. Dilaksanakan di Wing III/Diklat Paskhas Satdik 02 Lanjut dan Satdik 03 Khusus. Anggotanya diseleksi dari siswa terbaik peringkat 1-40 lulusan sekolah komando Paskhas dan personel aktif di skadron/Wing. Semua diseleksi ketat mulai dari IQ, kesemaptaan, keahlian spesialisasi militer yang dibutuhkan serta kesehatan. Semua dengan asistensi lembaga TNI-AU yang berkompeten dengan bidang masing – masing. Nampaknya para pelatih Detasemen Penanggulangan Teror “ala” Pasukan khusus TNI-AU ini tak main – main. Peluru tajam digunakan dalam latihan tahap akhir. Alhasil para calon Bravo juga penuh perhitungan, cermat, cepat sekaligus tepat dalam bertindak. Bertempur total dan habis – habisan. Itulah kesimpulan akhir pendidikan Bravo. Mereka tercetak menjadi prajurit elit Paskhas yang siap diterjunkan di mana saja di seluruh Indonesia. Setelah lulus, para personel Bravo muda ini berhak atas brevet bravo, lambang, Call Sign dan perlengkapan tempur standard Bravo lainnya. Mereka juga dibagi ke dalam 3 tim Alfa dan Tim Ban Nik. Bagi para personel Bravo yang telah dianggap senior, bisa dipindahkan ke Tim khusus yang tak lain “berisi” prajurit Bravo berkemampuan di luar matra udara yaitu Frogmens yang mampu melakukan infiltrasi lewat laut, Selam Tempur, UDT, EOD, Zeni Demolisi, Penerbangan, elektronika dll.

[sunting] Rentang Penugasan Bravo-90

Dimulai sejak 1992 dalam pengamanan KKT di Jakarta, Misi pemulangan TKI Cina, dan misi Geser Tim – Tim sebagai buntut lepasnya Tim – tim dari NKRI. Bravo ditugasi mengendalikan Bandara Komoro dalam satgas ITFET (Indonesian Task Force in East Timor), namun pengamanan pusat kota juga dipercayakan kepada komando Bravo. Mereka bertugas sampai detik-detik akhir turunnya merah-putih dari bumi Lorosae Setelah itu dalam konflik Ambon, Bravo mengalami berbagai peperangan frontal dari darat ke darat dalam menyekat 2 kubu yang bertikai. Bravo tergabung dalam Yon Gab 1 bersama Kopassus dan Taifib Marinir. Dalam konflik Aceh, Bravo ditugasi untuk mengamankan bandara dan lanud di seluruh wilayah NAD.

[sunting] Inventaris Senjata Bravo-90

Den Bravo dalam latihan penyelamatan
Pistol Scorpion sudah tinggal kenangan. Kini Bravo memiliki senjata jagonya CQB yaitu MP 5. Sebagian adalah hibah dari Korea. Namun begitu masih bagus. Pistol pun pakai SiG Sauer. Anggota Bravo dilengkapi uniform full gears dengan peralatan terbaru. Mulai dari rompi anti peluru, NVG, GPS, pelindung kaki dan lutut, sepatu khusus, pelindung mata, pisau lempar sampai alat komunikasi point to point. Bahkan dalam situasi khusus, Bravo bisa memboyong pesawat – pesawat TNI-AU dari pesawat angkut sampai pesawat tempur untuk menyokong misi operasinya. Bravo juga kini telah memiliki senjata SAR-21 (Singapore Air Rifle). Kabarnya Bravo mendapat 50 buah senjata jenis ini dari Mabes TNI

[sunting] Kendaraan Taktis Bravo-90

Detasemen Bravo-90 Paskhas TNI-AU saat ini setidaknya mengoperasikan beberapa jenis kendaraan taktis antara lain:

[sunting] Land Rover Defender MRCV (multi role combat vehicle)

Kendaraan taktis (rantis) Bravo-90 yang satu ini memang khusus. Termasuk Land Rover jenis defender heavy duty antipeluru yang dilengkapi tangga lipat serta penyangga mobil. Tangga ini lazim digunakan dalam penyerbuan gedung (building assault). Agar mobil berdiri stabil, penyangga diturunkan secara hidrolik untuk menahan goyangan. Melihat tongkrongannya, rantis Bravo-90 ini adalah jenis Defender Td5 dengan basis station wagon sasis panjang. Mobil yang dari pabrikannya dilego seharga 20.495 poundsterling (standar) ini ditenagai mesin disel berkapasitas 2500cc. Bila disimak lebih jauh, tentu saja ada fasilitas khusus yang ditambahkan. Sebut saja plat pijakan kaki yang menempel disekeliling bodi mobil. Tentu saja bukan tanpa tujuan fasilitas tadi dibuat. Plat berfungsi sebagai pijakan pasukan yang berdiri disekeliling mobil. Dengan demikian maka pasukan bisa di drop dengan cepat.

[sunting] Dirgantara Military Vehicle (DMV-30T)

Kendaraan sejenis “Humvee” dan bertampang “sangar” ini adalah produk pertama dan asli rakitan PTDI. Kendaraan ini mendapat nomor register di lingkungan TNI-AU yakni 4020-10. DMV menggunakan mesin disel 3000 cc Ford Ranger dan teknologi Mazda Tampilannya semakin perkasa dengan senjata utama senapan mesin GRMG yang disimpan di bagian atap kendaraan, serta senjata FN Minimi kaliber 5,56 mm yang menyembul keluar dari kabin depan yang tidak dipasangi kaca. Gerakan mobil anyar itu dipastikan tetap lincah, baik di jalan raya maupun di medan yang terjal sekalipun. Empat buah ban ukuran besar melekat di dua as dengan ketinggian jarak lantai kabin ke tanah sekitar 90 centimeter. Apabila tertembak, bagian ban masih akan tetap berdiri dan berfungsi maksimal karena dilengkapi dengan lapisan besi yang dipasang melingkar pada bagian ban. Kendaraan tempur ini didesain untuk kapasitas empat orang prajurit dengan jok yang terbuat dari fibre glass yang dicat khas warna loreng TNI. DMV mempunyai ketahanan perjalanan hingga 600 kilometer. Berbeda dengan kendaraan biasanya, sasis DMV dibangun dengan besi-besi pipa berkualitas sesuai dengan standard dan spesifikasi kendaraan versi militer

[sunting] Markas Komando Bravo-90

Pada tahun 2009, Detasemen Bravo-90 direncanakan telah menempati markas barunya seluas hektar di daerah Rumpin, Bogor. Daerah ini dinilai sangat strategis karena dekat dengan dua lanud utama TNI-AU yaitu Lanud Atang Sanjaya, Bogor dan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta sehingga mudah untuk menggerakkan pasukan keseluruh wilayah Indonesia. Daerah ini juga memiliki akses yang cepat ke pusat pemerintahan (khususnya Istana Negara Jakarta dan Istana Bogor, Gedung MPR-DPR serta Mabes TNI di Cilangkap) maupun dengan pintu gerbang negara di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. Selain itu Den Bravo-90 juga direncanakan untuk dapat melindungi Pusat Pengembangan dan Pengkajian Iptek (Puspiptek) milik BPPT dan fasilitas LAPAN di daerah Serpong, Tangerang.
 BRIMOB

Brimob pertama-tama terbentuk dengan nama Pasukan Polisi Istimewa. Kesatuan ini pada mulanya diberikan tugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, melindungi kepala negara, dan mempertahankan ibukota. Brimob turut berjuang dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Di bawah pimpinan Inspektur Polisi I Moehammad Jasin, Pasukan Polisi Istimewa ini memelopori pecahnya pertempuran 10 November melawan Tentara Sekutu brimob merupakan kesatuan paling pertama di Indonesia, pada mas penjajahan Jepang Brimob dikenal dengan sebutan Tokubetsu kaesatsutai. Pasukan ini yang pertama kali mendapat penghargaan dari Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno yaitu Sakanti YanoUtama

[sunting] Beralih menjadi Mobrig

Pada 14 November 1946 Perdana Menteri Sutan Sjahrir membentuk Mobile Brigade (Mobrig) sebagai ganti Pasukan Polisi Istimewa. Tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Korps Baret Biru. Pembentukan Mobrig ini dimaksudkan Sjahrir sebagai perangkat politik untuk menghadapi tekanan politik dari tentara dan sebagai pelindung terhadap kudeta yang melibatkan satuan-satuan militer. Di kemudian hari korps ini menjadi rebutan antara pihak polisi dan militer.

[sunting] Menghadapi gerakan separatis

Pada 1 Agustus 1947, Mobrig dijadikan satuan militer. Dalam kapasitasnya ini, Mobrig terlibat dalam mwenghadapi berbagai gejolak di dalam negeri. Pada tahun 1948, di bawah pimpinan Moehammad Jasin dan Inspektur Polisi II Imam Bachri bersama pasukan TNI berhasil menumpas pelaku Peristiwa Madiun di Madiun dan Blitar Selatan dalam Operasi Trisula. Mobrig juga dikerahkan dalam menghadapi gerakan separatis DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo dan di Sulawesi Selatan dan Aceh yang dipimpin oleh Kahar Muzakar dan Daud Beureueh. Pada awal tahun 1950 pasukan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Kapten Raymond Westerling menyerbu kota Bandung. Untuk menghadapinya, empat kompi Mobrig dikirim untuk menumpasnya.
Mobrig bersama pasukan TNI juga dikerahkan pada April 1950 ketika Andi Azis beserta pengikutnya dinyatakan sebagai pemberontak di Sulawesi Selatan. Kemudian ketika Dr. Soumokil memproklamirkan berdirinya RMS pada 23 April 1950, kompi-kompi tempur Mobrig kembali ditugasi menumpasnya.
Pada tahun 1953, Mobrig juga dikerahkan di Kalimantan Selatan untuk memadamkan pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Ketika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diumumkan pada 15 Februari 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai tokohnya, pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi 17 Agustus dengan mengerahkan Mobrig dan melalui pasukan-pasukan tempurnya yang lain. Batalyon Mobrig bersama pasukan-pasukan TNI berhasil mengatasi gerakan koreksi PRRI di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Timur, Riau dan Bengkulu.
Dalam Operasi Mena pada 11 Maret 1958 beberapa kompi tempur Mobrig melakukan serangan ke kubu-kubu pertahanan Permesta di Sulawesi Tengah dan Maluku.

[sunting] Berganti nama menjadi Brimob

Brimob - Unit Penyergap Bermotor
Pada 14 November 1961 bersamaan dengan diterimanya Pataka Nugraha Sakanti Yana Utama, satuan Mobrig berubah menjadi Korps Brigade Mobil (Korps Brimob).
Brimob pernah terlibat dalam beberapa peristiwa penting seperti Konfrontasi dengan Malaysia tahun 1963 dan aneksasi Timor Timur tahun 1975. Brimob sampai sekarang ini kira-kira berkekuatan 30.000 personil, ditempatkan di bawah kewenangan Kepolisian Daerah masing-masing provinsi.
Di tahun 1981 Brimob membentuk sub unit baru yang disebut unit Penjinak Bahan Peledak (Jihandak).
Semenjak tahun 1992 Brimob pada dasarnya adalah organisasi militer para yang dilatih dan diorganisasikan dalam kesatuan-kesatuan militer. Brimob memiliki kekuatan sekitar 12.000 personel. Brigade ini fungsi utamanya adalah sebagai korps elite untuk menanggulangi situasi darurat, yakni membantu tugas kepolisian kewilayahan dan menangani kejahatan dengan tingkat intensitas tinggi yang menggunakan senjata api dan bahan peledak dalam operasi yang membutuhkan aksi yang cepat. Mereka diterjunkan dalam operasi pertahanan dan keamanan domestik, dan telah dilengkapi dengan perlengkapan anti huru-hara khusus. Mereka telah dilatih khusus untuk menangani demonstrasi massa. Semenjak huru-hara yang terjadi pada bulan Mei 1998, Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) kini telah menerima latihan anti huru-hara khusus.Dan terus menerus melakukan pembaharuan dalam bidang materi pelaksanaan Pasukan Huru-Hara(PHH).


KOPASSUS

Komando Pasukan Khusus yang disingkat menjadi Kopassus adalah bagian dari Bala Pertahanan Pusat yang dimiliki oleh TNI Angkatan Darat yang memiliki kemampuan khusus seperti bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian, dan anti teror.
Dalam perjalanan sejarahnya, Kopassus berhasil mengukuhkan keberadaannya sebagai pasukan khusus yang mampu menangani tugas-tugas yang berat. Beberapa operasi yang dilakukan oleh Kopassus diantaranya adalah operasi penumpasan DI/TII, operasi militer PRRI/Permesta, Operasi Trikora, Operasi Dwikora, penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat, Operasi Seroja di Timor Timur, operasi pembebasan sandera di Bandara Don Muang-Thailand (Woyla), Operasi GPK di Aceh, operasi pembebasan sandera di Mapenduma, serta berbagai operasi militer lainnya. Dikarenakan misi dan tugas operasi yang bersifat rahasia, mayoritas dari kegiatan tugas daripada satuan KOPASSUS tidak akan pernah diketahui secara menyeluruh. Contoh operasi KOPASSUS yang pernah dilakukan dan tidak diketahui publik seperti: Penyusupan ke pengungsi Vietnam di pulau Galang untuk membantu pengumpulan informasi untuk di kordinasikan dengan pihak Amerika Serikat (CIA), penyusupan perbatasan Malaysia dan Australia dan operasi patroli jarak jauh (long range recce) di perbatasan Papua nugini.
Prajurit Kopassus dapat mudah dikenali dengan baret merah yang disandangnya, sehingga pasukan ini sering disebut sebagai pasukan baret merah. Kopassus memiliki moto Berani, Benar, Berhasil.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Sejarah Kopassus

[sunting] Kesko TT III/Siliwangi

Pada tanggal 16 April 1952, Kolonel A.E. Kawilarang mendirikan Kesatuan Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (Kesko TT). Ide pembentukan kesatuan komando ini berasal dari pengalamannya menumpas gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku. Saat itu A.E. Kawilarang bersama Letkol Slamet Riyadi (Brigjen Anumerta) merasa kesulitan menghadapi pasukan komando RMS. A.E. Kawilarang bercita-cita untuk mendirikan pasukan komando yang dapat bergerak tangkas dan cepat.
Komandan pertama saat itu adalah Idjon Djanbi. Idjon Djanbi adalah mantan kapten KNIL Belanda kelahiran Kanada, yang memiliki nama asli Kapten Rokus Bernardus Visser. Pada tanggal 9 Februari 1953, Kesko TT dialihkan dari Siliwangi dan langsung berada di bawah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).

[sunting] KKAD

Pada tanggal 18 Maret 1953 Mabes ABRI mengambil alih dari komando Siliwangi dan kemudian mengubah namanya menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD).

[sunting] RPKAD

Tanggal 25 Juli 1955 organisasi KKAD ditingkatkan menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang tetap dipimpin oleh Mochamad Idjon Djanbi.
Tahun 1959 unsur-unsur tempur dipindahkan ke Cijantung, di timur Jakarta. Dan pada tahun 1959 itu pula Kepanjangan RPKAD diubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Saat itu organisasi militer itu telah dipimpin oleh Mayor Kaharuddin Nasution.
Pada saat operasi penumpasan DI/TII, komandan pertama, Mayor Idjon Djanbi terluka, dan akhirnya digantikan oleh Mayor RE Djailani.

[sunting] Puspassus AD

Pada tanggal 12 Desember 1966, RPKAD berubah pula menjadi Pusat Pasukan Khusus AD (Puspassus AD). Nama Puspassus AD ini hanya bertahan selama lima tahun. Sebenarnya hingga tahun 1963, RPKAD terdiri dari dua batalyon, yaitu batalyon 1 dan batalyon 2, kesemuanya bermarkas di Jakarta. Ketika, batalyon 1 dikerahkan ke Lumbis dan Long Bawan, saat konfrontasi dengan Malaysia, sedangkan batalyon 2 juga mengalami penderitaan juga di Kuching, Malaysia, maka komandan RPKAD saat itu, Letnan Kolonel Sarwo Edhie -karena kedekatannya dengan Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal Ahmad Yani, mengusulkan 2 batalyon 'Banteng Raider' bentukan Ahmad Yani ketika memberantas DI/TII di Jawa Tengah di upgrade di Batujajar, Bandung menjadi Batalyon di RPKAD, masing-masing Batalyon 441"Banteng Raider III", Semarang ditahbiskan sebagai Batalyon 3 RPKAD di akhir tahung 1963. Menyusul kemudian Batalyon Lintas Udara 436 "Banteng Raider I", Magelang menjadi Batalyon 2 menggantikan batalyon 2 lama yang kekurangan tenaga di pertengahan 1965. Sedangkan Batalyon 454 "Banteng Raider II" tetap menjadi batalyon di bawah naungan Kodam Diponegoro. Batalyon ini kelak berpetualang di Jakarta dan terlibat tembak menembak dengan Batalyon 1 RPKAD di Hek.

[sunting] Kopassandha

Tanggal 17 Februari 1971, resimen tersebut kemudian diberi nama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha).
Dalam operasi di Timor Timur pasukan ini memainkan peran sejak awal. Mereka melakukan operasi khusus guna mendorong integrasi Timtim dengan Indonesia. Pada tanggal 7 Desember 1975, pasukan ini merupakan angkatan utama yang pertama ke Dili. Pasukan ini ditugaskan untuk mengamankan lapangan udara. Sementara Angkatan Laut dan Angkatan Udara mengamankan kota. Semenjak saat itu peran pasukan ini terus berlanjut dan membentuk sebagian dari kekuatan udara yang bergerak (mobile) untuk memburu tokoh Fretilin, Nicolau dos Reis Lobato pada Desember 1978. Prestasi yang melambungkan nama Kopassandha adalah saat melakukan operasi pembebasan sandera yaitu para awak dan penumpang pesawat DC-9 Woyla Garuda Indonesian Airways yang dibajak oleh lima orang yang mengaku berasal dari kelompok ekstremis Islam "Komando Jihad" yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein, 28 Maret 1981. Pesawat yang tengah menerbangi rute Palembang-Medan itu sempat didaratkan di Penang, Malaysia dan akhirnya mendarat di Bandara Don Mueang, Bangkok. Di bawah pimpinan Letkol Sintong Panjaitan, pasukan Kopassandha mampu membebaskan seluruh sandera dan menembak mati semua pelaku pembajakan. Korban yang jatuh dari operasi ini adalah Capa (anumerta) Achmad Kirang yang meninggal tertembak pembajak serta pilot Kapten Herman Rante yang juga ditembak oleh pembajak. Imran bin Muhammad Zein ditangkap dalam peristiwa tersebut dan dijatuhi hukuman mati.
Pada tahun 1992 menangkap penerus Lobato, Xanana Gusmao, yang bersembunyi di Dili bersama pendukungnya.

[sunting] Kopassus

Dengan adanya reorganisasi di tubuh ABRI, sejak tanggal 26 Desember 1986, nama Kopassandha berubah menjadi Komando Pasukan Khusus yang lebih terkenal dengan nama Kopassus hingga kini.
ABRI selanjutnya melakukan penataan kembali terhadap grup di kesatuan Kopassus. Sehingga wadah kesatuan dan pendidikan digabungkan menjadi Grup 1, Grup 2, Grup 3/Pusdik Pasuss, serta Detasemen 81.
Sejak tanggal 25 Juni 1996 Kopasuss melakukan reorganisasi dan pengembangan grup dari tiga Grup menjadi lima Grup.
  • Grup 1/Parakomando — berlokasi di Serang, Banten
  • Grup 2/Parakomando — berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
  • Grup 3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus — berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
  • Grup 4/Sandhi Yudha — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
  • Grup 5/Anti Teror — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
Detasemen 81, unit anti teroris Kopassus, ditiadakan dan diintegrasikan ke grup-grup tadi. Sebutan bagi pemimpin Kopassus juga ditingkatkan dari Komandan Kopassus yang berpangkat Brigjen menjadi Komandan Jendral (Danjen) Kopassus yang berpangkat Mayjen bersamaan dengan reorganisasi ini.

[sunting] Struktur Satuan Kopassus

Pasukan Kopassus

[sunting] Perbedaan struktur dengan satuan infanteri lain

Struktur organisasi Kopassus berbeda dengan satuan infanteri pada umumnya. Meski dari segi korps, para anggota Kopassus pada umumnya berasal dari Korps Infanteri, namun sesuai dengan sifatnya yang khusus, maka Kopassus menciptakan strukturnya sendiri, yang berbeda dengan satuan infanteri lainnya.
Kopassus sengaja untuk tidak terikat pada ukuran umum satuan infanteri, hal ini tampak pada satuan mereka yang disebut Grup. Penggunaan istilah Grup bertujuan agar satuan yang dimiliki mereka terhindar dari standar ukuran satuan infanteri pada umumnya (misalnya Brigade). Dengan satuan ini, Kopassus dapat fleksibel dalam menentukan jumlah personel, bisa lebih banyak dari ukuran brigade (sekitar 5000 personel), atau lebih sedikit.

[sunting] Lima Grup Kopassus

Kopassus - Demo Bela Diri
Secara garis besar satuan dalam Kopassus dibagi dalam lima Grup, yaitu:
Kecuali Pusdikpassus, yang berfungsi sebagai pusat pendidikan, Grup-Grup lain memiliki fungsi operasional (tempur). Dengan demikian struktur Pusdikpassus berbeda dengan Grup-Grup lainnya. Masing-masing Grup (kecuali Pusdikpassus), dibagi lagi dalam batalyon, misalnya: Yon 11 dan 12 (dari Grup 1), serta Grup 21 dan 22 (dari Grup 2).

 DEN JALA MENGKARA

Detasemen Jala Mangkara (disingkat Denjaka) adalah sebuah detasemen pasukan khusus TNI Angkatan Laut. Denjaka adalah satuan gabungan antara personel Kopaska dan Taifib Korps Marinir TNI-AL. Anggota Denjaka dididik di Bumi Marinir Cilandak dan harus menyelesaikan suatu pendidikan yang disebut PTAL (Penanggulangan Teror Aspek Laut). Lama pendidikan ini adalah 6 bulan. Intinya Denjaka memang dikhususkan untuk satuan anti teror walaupun mereka juga bisa dioperasikan di mana saja terutama anti teror aspek laut. Denjaka dibentuk berdasarkan instruksi Panglima TNI kepada Komandan Korps Marinir No Isn.01/P/IV/1984 tanggal 13 November 1984. Denjaka memiliki tugas pokok membina kemampuan antiteror dan antisabotase di laut dan di daerah pantai serta kemampuan klandestin aspek laut.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Sejarah

[sunting] Pasukan Khusus AL

Profil Prajurit Denjaka
Pada tanggal 4 November 1982, KSAL membentuk organisasi tugas dengan nama Pasukan Khusus AL (Pasusla). Keberadaan Pasusla didesak oleh kebutuhan akan adanya pasukan khusus TNI AL guna menanggulangi segala bentuk ancaman aspek laut. Seperti terorisme, sabotase, dan ancaman lainnya.[1]
Pada tahap pertama, direkrut 70 personel dari Batalyon Intai Amfibi (Taifib) dan Komando Pasukan Katak (Kopaska). Komando dan pengendalian pembinaan di bawah Panglima Armada Barat dengan asistensi Komandan Korps Marinir. KSAL bertindak selaku pengendali operasional. Markas ditetapkan di Mako Armabar.[1]

[sunting] Detasemen Jala Mengkara

Melihat perkembangan dan kebutuhan satuan khusus ini, KSAL menyurati Panglima TNI yang isinya berkisar keinginan membentuk Detasemen Jala Mangkara. Panglima ABRI menyetujui dan sejak itu (13 November 1984), Denjaka menjadi satuan Antiteror Aspek Laut. Merunut keputusan KSAL, Denjaka adalah komando pelaksana Korps Marinir yang mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan kemampuan dan kekuatan dalam rangka melaksanakan operasi antiteror, antisabotase, dan klandesten aspek laut atas perintah Panglima TNI.[1]
Pola rekrutmen Denjaka dimulai sejak pendidikan para dan komando. Selangkah sebelum masuk ke Denjaka, prajurit terpilih mesti sudah berkualifikasi Intai Amfibi. Dalam menjalankan aksinya, satuan khusus ini dapat digerakkan menuju sasaran baik lewat permukaan/bawah laut maupun lewat udara. TNI AL masih memiliki satu pasukan khusus lagi, yaitu Komando Pasukan Katak (Kopaska). Kedua satuan pernah beberapa kali melakukan latihan gabungan dengan US Navy SEAL.[1]

[sunting] Organisasi satuan

Denjaka terdiri dari satu markas detasemen, satu tim markas, satu tim teknik dan tiga tim tempur. Sebagai unsur pelaksana, prajurit Denjaka ditutut memiliki kesiapan operasional mobilitas kecepatan, kerahasiaan dan pendadakan yang tertinggi serta medan operasi yang berupa kapal-kapal, instalasi lepas pantai dan daerah pantai. Disamping itu juga memiliki keterampilan mendekati sasaran melalui laut, bawah laut dan vertikal dari udara.

[sunting] Pendidikan yang dilakukan

Denjaka - Terjun Stabo

[sunting] Kursus awal

Setiap prajurit Denjaka dibekali kursus penanggulangan antiteror aspek laut yang bermaterikan:
  • Intelijen,
  • Taktik dan teknik anti-teror, dan anti-sabotase,
  • Dasar-dasar spesialisasi,
  • Komando kelautan dan keparaan lanjutan
Kursus ini dilaksanakan setiap kurang lebih 5,5 bulan bertempat di Jakarta dan sekitarnya.

[sunting] Kursus lanjutan

Dilanjutkan dengan materi pemeliharaan kecakapan dan peningkatan kemampuan kemahiran kualifikasi Taifib dan Paska, pemeliharaan dan peningkatan kemampuan menembak, lari dan berenang, peningkatan kemampuan bela diri, penguasaan taktis dan teknik penetrasi rahasia, darat, laut dan udara, penguasaan taktik dan teknik untuk merebut dan menguasai instalasi di laut, kapal, pelabuhan/pangkalan dan personel yang disandera di objek vital di laut, penguasaan taktik dan teknik operasi klandestin aspek laut, pengetahuan tentang terorisme dan sabotase, penjinakan bahan peledak, dan peningkatan kemampuan survival, pelolosan diri, pengendapan, dan ketahanan interogasi.

[sunting] Persenjataan

Untuk mendukung operasi personel Denjaka dibekali antara lain submachine gun MP5, Daewoo K7, senapan serbu G36, HK416, Pindad ss-1, CZ-58, senapan mesin ringan Minimi M60, Daewoo K3, serta pistol Beretta dan SIG Sauer 9 mm.

[sunting] Komandan

Beberapa perwira yang pernah memimpin Denjaka antara lain adalah Mayjen TNI (Mar) Nono Sampono (AAL 1976) dan Brigjen TNI (Mar) Yusuf Solichin. Komandan Denjaka yang sekarang menjabat adalah Letkol Laut Yudi Bramantyo N.S.. Ia dilantik tanggal 30 Desember 2009 menggantikan Letkol Mar Widodo.
Pasukan Denjaka

[sunting] Daftar Komandan Denjaka

Berikut daftar Komandan Denjaka:
No. Nama Dari Sampai
1. Letnan Kolonel Marinir Gafur Chalik 1982 1983
2. Letnan Kolonel Marinir Djoko Pramono 1983 1985
3. Mayor Marinir Arthur Solang S. 22 Juli 1985 22 November 1985
4. Mayor Marinir Hasan Hariadinata 1985 1986
5. Mayor Marinir Yusuf Solichin 1986 1987
6. Letnan Kolonel Marinir Frans L. Kansil 1987 1988
7. Letnan Kolonel Marinir Nono Sampono 1988 1993
8. Letnan Kolonel Marinir M. Alfan Baharudiin 1993 1998
9. Mayor Marinir RM Trusono 1998 2002
10. Letnan Kolonel Marinir Suprayogi 2002 2004
11. Letnan Kolonel Marinir Kasirun Situmorang 2004 7 Maret 2005
12. Letnan Kolonel Marinir Suhartono 7 Maret 2005 2008
13. Letnan Kolonel Marinir Widodo 2008 2009
14. Letkol Laut Yudi Bramantyo N.S. 2009 sekarang